Seorang sahabat yang bernama Jahimah menghadap Rasul saw, kemudian berkata, “Ya Rasulullah, saya ingin berangkat berperang, saya ke sini hendak meminta nasihatmu?” Mendengar hal itu, Rasulullah pun bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Jahimah menjawab, “Ya.” Rasulullah pun menasihati dengan sabdanya, “Temanilah dia, karena surga itu berada di bawah telapak kakinya.”

Kisah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al-Hakim di atas semakin mengukuhkan betapa bakti kepada orang tua adalah amalan yang tinggi derajatnya. Bahkan jihad yang tak seorang pun meragukan akan keagungannya, menjadi sedikit tersisihkan demi menunaikan bakti kepada orang tua. Tentu jihad yang dimaksud dalam riwayat tersebut adalah jihad yang fardhu kifayah.

Berbakti kepada orang tua, atau lazim disebut dengan birrul walidain,merupakan amal yang shalih utama. Ia merupakan perbuatan baik yang dicurahkan oleh seorang anak kepada ibu-bapaknya. Mencakup perkataan, sikap maupun perlakuan. Perkataan yang meliputi tata cara bertutur sapa hingga mendoakan orang tua. Sedang perbuatan meliputi sikap tawadhu’ dan patuh kepada keduanya.

‘keramat’-nya orang tua

Bukan berarti orang tua itu sakti atau linuwih. Ini saking mulianya orang tua dalam pandangan Islam. Sehingga orang tua harus dihormati, dan dihargai. Bukan tanpa alasan, karena merekalah yang telah mengurus anak semenjak kecil. Bahkan, seorang ibu harus berjibaku dengan kepayahan tatkala mengandung hingga menyusui.

Di samping itu, perintah untuk berbakti kepada ibu-bapak pun disebut langsung dalam firman Allah Ta’ala, “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (Al-Isra’ [17]: 23-24)

‘keramat’-nya orang tua, semakin diperjelas oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya tersebut. Hingga berkata ‘ah’ saja tidak boleh, apalagi yang lebih kasar dari itu. Bahkan, kebaikan-kebaikan yang kita perbuat kepada mereka berdua belum tentu mampu mengganti kebaikan mereka. Sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Umar tatkala melihat seseorang yang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.”

Berbalas pahala dan surga

Inilah bukti keadilan Allah Ta’ala. Dalam beratnya seorang berbakti kepada orang tuanya, Allah memberikan yang setimpal, malah lebih besar.

Diriwayatkan dari Anas, dia mengatakan bahwasanya ada seseorang yang mendatangi Rasulullah saw kemudian berkata, “Saya sangat ingin berjihad, tapi saya tidak mampu melakukannya.”Kemudian Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Adakah salah seorang ibu-bapakmu yang masih hidup?” “Ibuku,” jawab orang tersebut. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Jumpailah Allah dengan berbakti kepada ibumu. Apabila engkau melakukannya, maka engkau sama  dengan orang yang mengerjakan haji, umrah, dan jihad.” (HR. Abu Ya’la dan Ath-Thabarani).

Bahkan tak tanggung-tanggung, surga pun dijanjikan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muawiyah bin Jahimah di atas. Ketika Jahimah hendak pergi berjihad, oleh Rasulullah saw disarankan, “Temanilah dia, karena surga itu berada di bawah telapak kakinya.”

Memiliki Derajat yang Mulia

Selain balasan pahala dan surga bagi orang-orang yang berbakti kepada orang tua, Allah Ta’ala juga menjadikan seseorang yang berbakti kepada ibu-bapaknya memiliki derajat kemuliaan yang tinggi. Sebagaimana yang diberikan kepada Uwais Al-Qani.

Sebagaimana riwayat Asir bin Jabir yang mengatakan bahwa jika para gubernur Yaman menemui khalifah Umar Ibnul Khatthab, maka khalifah selalu bertanya, “Apakah di antara kalian ada yang bernama Uwais bin Amir?” Hingga suatu hari beliau bertemu dengan Uwais, beliau bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” “Betul,” jawabnya. Khalifah Umar bertanya, “Engkau dahulu tinggal di Murrad kemudian tinggal di daerah Qarn?” “Betul,” sahutnya. Beliau bertanya, “Dulu engkau pernah terkena penyakit belang lalu sembuh akan tetapi masih ada belang di tubuhmu sebesar uang dirham?”“Betul.” Beliau bertanya, “Engkau memiliki seorang ibu.” Khalifah Umar mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Uwais bin Amir akan datang bersama rombongan dari Yaman dahulu tinggal di Murrad kemudian tinggal di daerah Qarn. Dahulu dia pernah terkena penyakit belang, lalu sembuh, akan tetapi masih ada belang di tubuhnya sebesar uang dirham. Dia memiliki seorang ibu, dan dia sangat berbakti kepada ibunya. Seandainya dia berdoa kepada Allah, pasti Allah akan mengabulkan doanya. Jika engkau bisa meminta kepadanya agar memohonkan ampun untukmu kepada Allah maka usahakanlah.’ Maka mohonkanlah ampun kepada Allah untukku.” Uwais Al-Qarni lantas berdoa memohonkan ampun untuk Umar Ibnul Khaththab. Setelah itu Umar bertanya kepadanya, “Engkau hendak pergi ke mana?” “Kuffah,” jawabnya. Beliau bertanya lagi, “Maukah ku tuliskan surat untukmu kepada gubernur Kuffah agar melayanimu?” Uwais Al-Qarni mengatakan, “Berada di tengah-tengah banyak orang sehingga tidak dikenal itu lebih ku sukai.” (HR. Muslim)

Panjang umur, murah rezeki

Selain janji yang bersifat ukhrawi, balasan bagi orang yang berbakti kepada orang tua di dunia pun diberikan oleh Allah Ta’ala. Umur yang panjang dan rezeki yang dilapangkan, dua hal yang selalu didamba oleh setiap manusia, yang bisa diraih oleh orang yang berbakti kepada ibu-bapaknya.

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَمُدَّ لَهُ فِيْ عُمْرِهِ وَ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ

Barangsiapa ingin usianya dipanjangkan dan rezekinya ditambahkan, hendaknya dia berbuat baik kepada kedua orang tuanya. (HR. Ahmad).

Nah, masihkah kita menyia-nyiakan kedua orangtua kita? [abilfarisi]